Sabtu, 17 Agustus 2013

SALAM MERDEKA






Untuk rakyat Indonesia tanggal 17 Agustus merupakan hari yang sangat istimewa. karena pada tanggal 17 Agustus ditetapkan sebagai hari kemedekaan Negara Indonesia. Banyak pesan-pesan yang disampaikan oleh Bung Karno semasa hidupnya untuk generasi-generasi berikutnya. Salah satu pesan Bung Karnoyang saya sukai adalah "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri."

Jujur untuk di Desa kelahiraknu ini Desa Todanan tak tau kenepa dan mengapa dalam HUT RI yang ke 68 ini tidak begitu ramai, gak ada acara-acara lomba, gak ada acara-acara karnaval. Padahal dulu pada hari HUT RI selalu ada ramai-ramai yang mengusung masyarakat umum dan anak-anak sekolah, mereka semua bisa menyalurkan kreatifitas-kreatifitas dalam bentuk apapun dan mereka tontonkan dalam acara karnaval. Aku sendiri bingun kenapa di tahun ini kok gak ada yang seperti itu di desa kelahiranku. Entah rasa Nasionalismenya sudah berkarat atau para pemimpin masih memiliki kesibukan-kesibukan yang lebih penting. Namun meski begitu kemarin Nom-Noman Padas telah membuktikan bahwa rasa cinta tanah air untuk Nom-Noman Padas takkan pernah surut dan akan selalu membara. Dalam acara kemarin juga disuguhkan pertunjukan Seni Barong yang cukup menarik perhatian masyarakat sekitar. Walaupun hanya diikuti oleh sekelompok kecil masyarakat, tapi sungguh acara kemarin sangat meramaikan kesunyian desa..ha ha ha ha ha ha ha ha……..
Ya semoga saja di tahun berikutnya harapanku untuk diadakannya karnaval yang diikuti oleh semua anggota desa mulai dari masyarakat umum dan siswa-siswi dapat terpenuhi.
Berikut ini album foto Nom-Noman Padas dari kegiatan kemarin di Desa Todanan Kec. Todanan, Kab. Blora dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-68….









































sekian saja dari saya.....semoga Indonesia ke depannya menjadi negara menjunjung tinggi nilai demokrasi, dan para pemimpin bertanggung jawab penuh atas kepentingan rakyatnya... Amin ya robbal alamin....

Minggu, 10 Maret 2013

OPLOSAN (lagu Nasehat kanggo Sedullur)



Selamat hari baik llur…pada kesempatan kali ini saya ingin meng-Share lirik lagu yang menurut saya bias dijadikan PAWELING buat poro sedullur sing isih seneng mendem…..

Monggow… di kersak’ake….. ^_^….

Opo orak eman duite
gawe tuku banyu setan
opo orak mikir yen mendem
iku biso ngrusak pikiran.

Ojo di teruske mendeme
mergo ora ono untunge.
yo cepet lerenono mendemmu
ben dowo umurmu.

oplosan.oplosan.oplosan.

cobo sawangen kae kanca kancamu
akeh sing do poda gelempangan
ugo akeh sing kelesetan
di tumpake ambulan.

yo wes cukupno anggonmu mendem
yo wes cukupno anggonmu gendeng.
yo mari mario
yo leren lerenno
ojo di terus terusno

tutupen botolmu, tutupen oplosanmu emanen nyawamu
ojo mbok terus teruske mergane orak ono gunane.
tutupen botolmu, tutupen oplosanmu emanen nyawamu
ojo mbok terus teruske mergane orak ono gunane.

Oplosan oplosan oplosan.

opo orak eman duite
gawe tuku banyu setan
opo orak mikir yen mendem
iku biso ngrusak pikiran.

ojo di teruske mendeme
mergo orak ono untunge.
yo cepet lerenono mendemmu
ben dowo umurmu.

oplosan.oplosan.oplosan

"bagi yang ingin download lagunya bisa klik disini....

Minggu, 10 Februari 2013

Soe HOk Gie (1942 - 1969)

 
Soe Hok Gie menamatkan pendidikan SMA di Kolese Kanisius. Nama Soe Hok Gie adalah dialek Hokkian dari namanya Su Fu-yi dalam bahasa Mandarin. Ia adalah seorang anak muda yang berpendirian yang teguh dalam memegang prinsipnya dan rajin mendokumentasikan perjalanan hidupnya dalam buku harian. Buku hariannya kemudian diterbitkan dengan judul Catatan Seorang Demonstran (1983).

Soe Hok Gie adalah anak keempat dari lima bersaudara keluarga Soe Lie Piet alias Salam Sutrawan. Dia adik kandung Arief Budiman atau Soe Hok Djin, dosen Universitas Kristen Satya Wacana yang juga dikenal vokal dan sekarang berdomisili di Australia. Hok Gie dikenal sebagai penulis produktif di beberapa media massa, misalnya Kompas, Harian Kami, Sinar Harapan, Mahasiswa Indonesia, dan Indonesia Raya. Sekitar 35 karya artikelnya (kira-kira sepertiga dari seluruh karyanya) selama rentang waktu tiga tahun Orde Baru, sudah dibukukan dan diterbitkan dengan judul Zaman Peralihan (Bentang, 1995).

Juga skripsi sarjana mudanya perihal Sarekat Islam Semarang, tahun 1999 diterbitkan Yayasan Bentang dengan judul Di Bawah Lentera Merah. Sebelumnya, skripsi S1-nya yang mengulas soal pemberontakan PKI di Madiun, juga sudah dibukukan dengan judul Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (Bentang, 1997). Sebagai bagian dari aktivitas gerakan, Soe Hok Gie juga sempat terlibat sebagai staf redaksi Mahasiswa Indonesia, sebuah koran mingguan yang diterbitkan oleh mahasiswa angkatan 66 di Bandung untuk mengkritik pemerintahan Orde Lama.

Soe Hok Gie meninggal bersama rekannya, Idhan Dhanvantari Lubis, di puncak Gunung Semeru akibat menghirup asap beracun gunung tersebut. John Maxwell menulis biografi Soe Hok Gie dengan judul Soe Hok Gie - A Biography of A Young Indonesian Intellectual (Australian National University, 1997). Pada tahun 2005, catatan hariannya menjadi dasar bagi film Gie. (Sumber)
 
Kata-kata bijak Soe Hok Gie
  • Pertanyaan pertama yang harus kita jawab adalah: Who am I? Saya telah menjawab bahwa saya adalah seorang intelektual yang tidak mengejar kuasa tapi seorang yang ingin mencanangkan kebenaran. Dan saya bersedia menghadapi ketidak-populeran, karena ada suatu yang lebih besar: kebenaran.
  • Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.
  • Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan Dewa dan selalu benar, dan murid bukan kerbau.
  • Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan, yang kedua dilahirkan tapi mati muda, dan yang tersial adalah umur tua. Rasa-rasanya memang begitu. Bahagialah mereka yang mati muda.
  • Saya memutuskan bahwa saya akan bertahan dengan prinsip-prinsip saya. Lebih baik diasingkan daripada menyerah terhadap kemunafikan.
  • Mimpi saya yang terbesar, yang ingin saya laksanakan adalah, agar mahasiswa Indonesia berkembang menjadi “manusia-manusia yang biasa”. Menjadi pemuda-pemuda dan pemudi-pemudi yang bertingkah laku sebagai seorang manusia yang normal, sebagai seorang manusia yang tidak mengingkari eksistensi hidupnya sebagai seorang mahasiswa, sebagai seorang pemuda dan sebagai seorang manusia.
  • Saya ingin melihat mahasiswa-mahasiswa, jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya, selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka yang berani menyatakan benar sebagai kebenaran, dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas dasar agama, ormas, atau golongan apapun.
  • Masih terlalu banyak mahasiswa yang bermental sok kuasa. Merintih kalau ditekan, tetapi menindas kalau berkuasa. Mementingkan golongan, ormas, teman seideologi dan lain-lain. Setiap tahun datang adik-adik saya dari sekolah menengah. Mereka akan jadi korban-korban baru untuk ditipu oleh tokoh-tokoh mahasiswa semacam tadi.
  • Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan. Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada? Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?
  • Bagiku perjuangan harus tetap ada. Usaha penghapusan terhadap kedegilan, terhadap pengkhianatan, terhadap segala-gala yang non humanis…
  • Kita seolah-olah merayakan demokrasi, tetapi memotong lidah orang-orang yang berani menyatakan pendapat mereka yang merugikan pemerintah.
  • Bagi saya KEBENARAN biarpun bagaimana sakitnya lebih baik daripada kemunafikan. Dan kita tak usah merasa malu dengan kekurangan-kekurangan kita.
  • Potonglah kaki tangan seseorang lalu masukkan di tempat 2 x 3 meter dan berilah kebebasan padanya. Inilah kemerdekaan pers di Indonesia.
  • To be a human is to be destroyed.
  • Saya tak mau jadi pohon bambu, saya mau jadi pohon oak yang berani menentang angin.
  • Saya putuskan bahwa saya akan demonstrasi. Karena mendiamkan kesalahan adalah kejahatan.
  • I’m not an idealist anymore, I’m a bitter realist.
  • Saya kira saya tak bisa lagi menangis karena sedih. Hanya kemarahan yang membuat saya keluar air mata.
  • Bagiku ada sesuatu yang paling berharga dan hakiki dalam kehidupan: dapat mencintai, dapat iba hati, dapat merasai kedukaan.
  • Saya tak tahu mengapa, Saya merasa agak melankolik malam ini. Saya melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya diterjemahkan dalam satu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra tapi kosong. Seolah-olah saya merasa diri saya yang lepas dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan. Perasaan sayang yang amat kuat menguasai saya. Saya ingin memberikan sesuatu rasa cinta pada manusia, pada anjing-anjing di jalanan, pada semua-muanya.
  • Tak ada lagi rasa benci pada siapapun. Agama apapun, ras apapun dan bangsa apapun. Dan melupakan perang dan kebencian. Dan hanya sibuk dengan pembangunan dunia yang lebih baik. (Sumber)